Sabtu, 03 Maret 2012

simponi darah

Diluar sana ada teriakan  Yang tak terdengar
 Diluar sana mereka menjerit
Namun semuanya seolah tak mendengar
Kami bagai orang asing dinegeri sendiri ,
 Kami bagai pohon  yang haus akan air
Jadi  jangan salahkan kami
Dan mereka datang Membawa angin neraka
 Yang dibalut oleh angin surga
Sehingga membuat kami bingung
Jika tak ingin Melihat wajah  Para pengendali Negeri
yang Siap mengahantam rakyat Ingatlah
 ketika mereka mengejar jabatan, Begitu indah lambaiannya,
 Sapaan yang seakan ingin jadi  Kawan
tetapi ketika itu telah diraih
 Senyuman di  bibir seakan pupus  Ditelan ketamakan
teruslah tertawa hingga keranda merah putih menjemputmu
kalian tengah ternyum palsu seperti yang kalian berikan kepadaku

Directed by Fatmawati AR

Permohonan Maaf untuk IBU







Terniang termenung sendiri
dalam ruang hampa yang pengap
dalam ruang yang sangat sunyi
dalam suasana hati yang gundah gelisah

Disudut ruang terbesis cahaya lilin
memberikan penerangan diruang yang gelap
menyinari seluruh sudut ruang dalam hati
yang s'lalu terniang wajah yang dicinta

Wahai angin yang bertiup kencang diluar sana
sudikah engkau menyimpaikan isi hatiku
sebuah perasaan yang sudah lama ku pendam
yang tak pernah tersimpaikan dari mulutku yaog kaku

I B U .....,
dalam do'a ku meminta maafmu
dalam tangis ku memohon ampunmu
dalam mimpi ku bersujud di kakimu
memohon ampun atas dosa dan keselahanku padamu . . .:)

Kepergianmu



Air matamu mengiris hatiku halus
kuusapkan telapak tanganku ke wajahmu yang pucat
terlihat ketakutan akan kehilangan nafasmu
nafasmu yang mengalir dalam nafasku

Kubelai rambutmu dengan kelembutan angin malam
terasa getaran menyatu diujung jari-jari
tak kuasa menahan gejolak kasih
limpahan nuansa kejora malam yang tak bertepi

Tak akan kutinggalkan hatimu yang manangis pilu
telah terpatri janji pada kedalaman nurani
akan ikut menyatu kegalauan kasih dalam derita
meski kekuatan malam hendak meragas

Kamis, 27 Oktober 2011

Kepergianmu

Air matamu mengiris hatiku halus
          kuusapkan telapak tanganku ke wajahmu yang pucat
          terlihat ketakutan kehilangan akan nafasmu
          nafasmu yang mengalir dalam nafasku

               Kubelai rambutmu dengan kelembutan angin malam
          terasa getaran menyatu diujung jari-jari
          tak kuasa menahan gejolak kasih
          limpahan nuansa kejora malam yang tak bertepi

              Tak akan kutinggalkan hatimu yang manangis pilu
         telah terpatri janji pada kedalaman nurani
        akan ikut menyatu kegalauan kasih dalam derita
        meski kekuatan malam hendak meragas


Kepada seorang Ayah yang berbahagia

                     Kubayangkan butir air mata memenuhi pelupuk matamu
               saat kau membacakan baris-baris kasih sayang
               kepada buah hatimu
               Kusapa, ada beberapa butir air mata menggantung di sukmaku
               hendak menyeruak ke dunia menemani keharuanmu

                     Tak ada yang dapat kuucapkan hari ini
                seperti hari kemarin, aku hanya bisa membisu
                coba kutulis beberapa kata ungkapan kehormatan
                kepadamu yang kini duduk menyaksikan ilham Allah
                merasuki tulang-tulang tuamu.

                     Adakah aku akan melihat orang tuaku
                sebahagia lantunan nyanyian hatimu
                yang hendak menempuh tahap tertinggi kodrat manusia?
                aku merenung menggores bayangan butiran air matamu
                yang terdorong keluar oleh kebahagiaan
                aku berusaha menutupi jalan untuk air mataku
                yang tak sanggup menahan keharuan
                menuntut jalan keluar,
                 mungkin hendak berteman dengan air matamu